Jika dapat aku ketahui apa yang akan terjadi padaku kelak, sudah pasti aku akan menjauhkan diriku dari hal-hal yang membuatku terluka.
Namun jika hal itu kulakukan maka tidak akan ada bahagia yang akan kurasakan, tidak akan ada kenangan indah
dan aku tidak akan pernah belajar menjadi perempuan yang lebih sabar dan lebih tegar seperti saat ini.’
-martinayosevina-

Rabu, 18 Mei 2016

Backpakeran ke Bromo (April 2015)

Assalamu'alaikum..

Bromo dimana sih? Rasanya hampir semua orang indonesia mengetahui dimana itu bromo.. meskipun tidak sedikit pula yang belum pernah kesana.

Ini mini mahameru, kawah bromo dan gunung batok ^_^

Saya telah lama ingin pergi ke Bromo, tetapi yang ada di benak saya adalah.. pergi dengan siapa dan kira-kira berapa biaya keseluruhannya. Maklum saja saat saya menginginkan kesana, saya masih baru bekerja. Sudah pasti belum memiliki cuti dan masih lanjut kuliah lagi sehingga bentrok dengan waktu. Dan juga hanya memiliki budget yang pas-pasan.
Namun saat kesempatan itu datang, saya tidak menyia-nyiakan waktu.
Tujuan utama saya ke Blitar untuk menemui keponakan saya, dan janjian disana dengan kakak laki-laki saya.

Ready untuk perjalanan dari Blitar ke Bromo dengan sepeda motor ^^

Dari Blitar, saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan sepeda motor bersama abang saya. Waktu yang saya butuhkan dari Blitar menuju ke Malang kurang lebih sekitar 1 jam (diperbatasan antara Blitar dan Malang sering diadakan razia, jadi persiapkan SIM bagi yang mengendarai kendaraan). Sampai di Malang, berbekal modal berani bertanya, akhirnya saya bisa sampai di Desa Gubuk Klakah (Sempat nyasar juga di tengah kota Malang, jadi kurang lebih 1 jam dari malang sampai ke desa terakhir di dekat Bromo).

My Brother yang udah mau nemenin adiknya ke bromo

Perjalanan menuju desa Gubuk Klakah 

Berhubung saya belum pernah kesana, jadi menyempatkan diri mampir ke air terjun Coban Pelangi.
Katanya sih kalau cuacanya cerah, di air terjun akan terlihat pelangi.. mungkin dikarenakan adanya embun yang diciptakan oleh air terjun bertemu dengan sinar matahari yang dapat menembus ke dalam embun.. ^^
Dan nasib saya saat itu kurang beruntung.. Sang pelangi pun tidak hadir >,<


Air terjun Coban Pelangi

Tiket masuk ke dalam air terjun coban pelangi cukup murah.. hanya saja jalanan yang harus dilewati dari parkiran hingga sampai ke air terjun cukup membuat urat kaki sedikit menegang,, hehehee
Pulang dari air terjun, saya mampir ke salah satu pedagang kopi yang berada di area perjalanan menuju ke air terjun. Dari beliau saya banyak memperoleh informasi. Hingga akhirnya beliau menawarkan jasa menginap dirumahnya.
Memang tujuan dari awalnya mau backpakeran sama abang, jadi sudah pasti saya dan abang langsung menerima tawaran menginap oleh pedagang kopi tersebut (beliau merupakan salah seorang penduduk desa gubuk klakah).
Sebenarnya bisa dikatakan tidak menginap, karena saya hanya menggunakan kamar dari jam 9 malam hingga jam 2 malam. Sesuai dengan perjanjian pada malam harinya, saya menyewa jasa motor (ngojek kali ya lebih tepatnya) dengan harga Rp. 75.000 per motor (per motor hanya membawa 1 orang), tukang ojek pun datang tepat waktu di jam 2 malam. Dan saat itu yang saya pikirkan hanya bagaimana caranya agar tubuh saya tetap hangat. Sudah pasti saya menggunakan kaos double, jaket tebal, kaos kaki, syal, sarung tangan. Saya pun tidak menolak ketika bapak pedagang kopi yang rumahnya saya gunakan untuk bermalam menawarkan teh manis panas.
Setelah merasa semuanya sudah OK, saya dan yang lainnya pun segera berangkat.
Tengah malam saya berpetualang di rerimbunan pohon yang kemudian dilanjutkan seperti di sebuah padang pasir. Sangat terasa oleh saya bahwa ban motor yang saya gunakan seperti mau terjatuh saat melewati jalanan berpasir itu, untung saja mas pengendaranya memang sudah ahli dan sudah sangat mengenal jalanan yang kami lewati.

Kalau musim kemarau tiba, suara pasir yang teriup angin seperti berbisik sesuatu ke telinga kita.
Maka dari itu dinamakan pasir berbisik.

Meskipun saat itu masih tengah malam menjelang subuh, sudah banyak mobil-mobil jeep yang berlalu lalang. Ada yang baru mau menjemput dan ada yang sudah menuju ke tempat penanjakan (tempat melihat sunrise).
Sebenarnya yang paling enak itu ya naik jeep. Sayangnya saya hanya berduaan dengan abang, jadi mau tidak mau naik motor, terlalu mahal jika kami harus membayar harga sewa 1 buah jeep hanya untuk berdua.. hehehee. Saat itu 1 mobil jeep disewakan sekitar Rp. 900.000. Dan 1 buah mobil jeep dapat membawa hingga 12 orang.

Jeep yang digunakan di bromo

Dan saya pun akhirnya sampai di penanjakan 2 (dua), penanjakan yang terletak di tengah-tengah, sehingga tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah untuk melihat sunrise (yang tertinggi yaitu penanjakan 1, viewnya paling bagus dibanding yang lain).

Pos penanjakan 2

Saya sampai di sunrise view point sekitar jam 04.00, dan matahari belum menampakkan kehadirannya. Saya menunggu di antara hembusan-hembusan angin yang terasa sangat kencang. Kemudian saya pun melakukan tayamum, dan dilanjutkan dengan shalat subuh di sebuah bangunan kecil yang mungkin biasanya dipergunakan untuk kumpul-kumpul. Subhanallah.. benar-benar saya merasakan suasana yang berbeda. Mukena pun tertiup oleh angin yang berhembus cukup kencang.
Suhu disini cukup dingin, namun tidak sedingin saat musim kemarau. Namun tetap saja bagi saya yang tidak kuat udara dingin, wajib banget menggunakan kaos kaki double, sarung tangan, jaket tebal dan syal.
This time untuk foto-fotoooooo.. meskipun ga dapet sunrise yang bagus, saya tetap berfoto-foto bersama abang saya. Untungnya si guide pinter mengabadikan moment saya bersama abang.


Setelah itu, dilanjutkan kembali ke kawah bromo. Lumayan juga untuk yang belum biasa mendaki, pasti akan tergiur dengan kuda yang ditawarkan disana. Alhamdulillah sang guide selalu menyemangati saya untuk tetap mendaki hingga ke tempat tujuan.

Ada sebagian yang mengira ini adalah bromo.. kata mas guide, ini tuh gunung batok.. hehehee

Sebelum sampai di kawah bromo, kita akan disambut oleh pemandangan hijau dari gunung batok. Kesempatan itu tentunya tidak saya sia-siakan untuk berfoto bersama abang saya. Gunung ini letaknya di tengah-tengah perjalanan ketika akan ke kawah bromo. Tepatnya sebelum tangga menuju kawah.

Ini adalah tangga yang harus dilalui untuk sampai ke atas, sedangkan dari bawah menuju kesini ada jalanan lain lagi yang harus dilalui.

Begitu saya melihat tangga ini, sempet mau mundur lagi. Tapi kebayang udah setengah perjalanan dilalui sampai kesini, walhasil niat mau mundur ga jadi deh. Pelan-pelan saya menapaki tangga, dan hasilnya... Amazing.. Pemandangan disana ga kalah memukau dengan sunrise point..

Rasa capeknya terbayarkan sama pemandangan ini :D

Mas guide menyarankan saya untuk turun tidak melalui tangga, melainkan melewati pasir-pasir di pinggiran kawah. Dan hasilnya, waktu yang saya butuhkan untuk turun tidak lama dan lebih bersemangat aja sayanya karena seperti main 'sosorodotan'.. hohohoo

Turunnya mah saya ga lewat tangga, lewat pasir jauh lebih cepat. Tapi harus hati-hati agar tidak terperosot jatuh.

Narsis dulu ah ^^

Pulangnya saya melewati pasir berbisik dan batu singa. Saya menyadari ternyata semalam saat saya dibonceng dengan motor, jalanan yang saya lewati bentuknya seperti ini. Pantas saja ban motor rasanya goyang-goyang mau terjatuh, ya namanya juga pasir yang di lewati..

Dinamakan batu singa karena dahulu mirip dengan kepala singa.
Saat ini sudah terkikis, sehingga tidak begitu mirip lagi dengan singa.

Dilanjutkan dengan bukit teletubbies yang letaknya tidak begitu jauh dari pasir berbisik. Disini, sepanjang jalan sebelum dan setelah bukit teletubbies, kita disuguhkan pemandangan hijau. Pokoknya ga habis-habis deh mata kita di segarkan oleh pemandangan nan indah. Subhanallah..

Bukit Teletubbies, tapi ga ada personilnya ya disini.. hehehee

Alhamdulillah liburan kali ini sangat menyenangkan. Waktu yang singkat (3 hari sudah termasuk mampir ke blitar) dan biaya yang tidak terlalu menguras dompet adalah bonus besar buat saya.

Bye Bromo.. ini bukan terakhir kali kita bertemu.
Mudah-mudahan lain waktu kita bertemu kembali ^^

Wassalamu'alaikum..

Senin, 16 Mei 2016

Pendakian Gunung Ciremai (Via Jalur Palutungan)

Assalamu'alaikum..

Terkadang yang direncanakan mendadak itu sering kali terlaksana.. iya kan? hehehee
Contoh untuk pendakian kali ini, yang merupakan rencana mendadak. Awalnya saya memilih untuk long weekend di Jakarta, tetapi akhirnya saya memutar arah untuk long weekend di Gunung Ciremai.
Perjalanan dimulai dengan penanjakan dari jalur palutungan. Sebenarnya ada 3 jalur yang bisa dilewati untuk ke puncak Ciremai, jalur apuy, jalur palutungan dan jalur linggar jati.

Ga ada alasan spesial kenapa saya dan yang lainnya memilih jalur palutungan, hanya saja karena jalur tersebut merupakan jalur terdekat dari rumah teman tempat saya menginap malam sebelumnya. Katanya sih jalur yang paling enak adalah jalur apuy, hanya saja letaknya di majalengka, kurang lebih 3 jam dari tempat saya menginap.

Tiket masuk untuk mendaki Ciremai dikenakan sebesar Rp. 43.500 per orang (May 2016). Sudah termasuk asuransi, ada fasilitas penginapan untuk pendaki dan juga ada fasilitas kamar mandi untuk pendaki di pos palutungan.

Sekitar 5 sampai 10 menit dari tempat start, kita langsung di suguhkan jalan yang cukup menanjak. Bukan hanya jalanan yang menanjak, setelah itu kita juga disuguhkan jalanan di pinggir sawah yang sangat becek (saat mendaki, hujan menemani beberapa waktu). Kurang lebih membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di sebuah gubug. Lumayan bisa beristirahat sebentar untuk meluruskan kaki dan meringankan beban di pundak.
Karena sudah maghrib, kami segera melanjutkan perjalanan menuju pos ke 1 (Cigowong).

Team pendakian Gunung Ciremai 06 - 08 May 2016

Jarak dari gubug ke pos 1 menurut saya adalah jarak terjauh antar pos yang berada di jalur palutungan. Ini adalah kali pertama saya mendaki gunung di malam hari. Memang enak juga sih, adem karena tidak ada cahaya matahari. Tetapi sudah pasti udara jauh lebih dingin. Kalau melakukan pendakian malam hari, sebaiknya jangan berhenti bergerak. Karena kalau kita berhenti bergerak (diam), dingin akan segera terasa seperti menusuk tubuh kita. Kurang lebih sekitar 3 jam kemudian saya baru sampai di pos cigowong. Karena waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, maka saya dan rombongan memutuskan untuk bermalam di cigowong. Di pos 1 ini terdapat kamar mandi dan sungai. Kalau persediaan air dari bawah sudah mulai berkurang, segera isi di pos cigowong. Karena setelah pos ini kita akan sulit menemukan air. Di pos cigowong pun terdapat 2 warung kopi, menjual gorengan, minuman panas, mie dan cemilan lainnya.
Keesokannya kami memutuskan untuk berangkat tidak terlalu pagi, jadi bisa beristirahat cukup lama. Dan ternyata hujan pun kembali turun saat kami sedang packing. Mau tidak mau kami menunggu hujan mereda, dan akhirnya sekitar jam 12.30 kami mulai mendaki kembali.

Ini nasi plus mie goreng ala-ala saya.. hehehee (Ikan mah bekal dari ibunya teman ^^)

Setelah pos cigowong pun akhirnya kami melewati pos kuta (pos 2) dan pangguyungan badak (pos 3), hingga akhirnya hujan kembali turun dan semakin deras setelah melewati pos pangguyungan badak. Saya dan rombongan pun menghentikan pendakian kami di pos arban (pos 4) dan bermalam disana. Persediaan air pun sudah kembali berkurang. Penanjakan ciremai mengajarkan kita bagaimana me-manage air.

Pos Cigowong

Keesokannya kami kembali melanjutkan pendakian, namun kali ini kami tidak membawa barang-barang. Semua ditaruh di tenda di pos arban, hanya barang-barang penting dan beberapa botol minuman yang kami bawa sebagai perbekalan. Kesalahan kami saat itu adalah tidak membawa jas hujan, mungkin karena saya dan yang lainnya begitu terpesona dengan cerahnya sinar mentari. Dan juga tidak membawa senjata apapun untuk berlindung kalau-kalau saja ada binatang buas.

Setelah pos arban, saya menemukan pos dengan nama yang begitu unik "tanjakan asoy". Dan ternyata benar sekali kalau tanjakan yang disuguhkan setelah pos ini begitu "assssoooooyy" banget bangetttt deh. Kemiringannya sekitar 70 hingga 80 derajat. Jalanan yang landai hanya sedikit saja. Dan ini berlangsung hingga ke pos pesanggrahan dan pos sanghyang ropoh. Setelah pos sanghyang ropoh, kita akan menemukan pertigaan. Sebuah jalan pertemuan antara jalur apuy dari majalengka dengan jalur palutungan dari kuningan. Jalan bebatuan pun mulai disuguhkan pada jalur ini, kemiringan tetap berada pada 70 hinga 80 derajat Harus pintar memilih jalan agar tidak terpeleset.

Ini dia penampakan pos tanjakan asoy

Gerimis pun mengundang (kayak lagu aja.. hahahhaa). Tapi seriusan ya.. gerimis mulai turun. Saya sih memakai jaket, hanya saja yang lainnya tidak memakai jaket. Dan ketika kami sudah sedikit lagi sampai di pos gua walet, hujan semakin deras, geluduk mulai terdengar, kabut begitu gelap. Tidak mau ambil risiko, saya dan rombongan memutuskan untuk putar balik kembali kebawah.

Dari awal kami menanjak, tujuan kami memang summit di ciremai. Hanya saja keselamatan selalu kami utamakan. Ga ngoyo lah ya lebih tepatnya. Bisa summit adalah bonus untuk kami. Tidak bisa summit kali ini, insya Allah ada kesempatan di lain waktu.

Setelah perbatasan ini kita akan bertemu dengan pos selanjutnya, yaitu gua walet..

Perkiraan saya, perjalanan pulang akan lebih mudah dari perjalanan berangkat. Ternyata sama-sama membutuhkan tenaga yang 'wooow'. Kenapa saya bilang seperti itu? Turun dari jalan dengan kemiringan 70 hingga 80 derajat, hujan deras, kabut tebal, angin kencang, akan lebih mengeluarkan tenaga ekstra. Jalanan yang licin membuat saya mengatur kaki menapaki jalan secara perlahan (agar tidak terjatuh), ditambah baju yang sudah lepek (basah karena hujan) dan dingin mulai merasuki tubuh saya dan yang lainnya. Untuk mengurangi rasa dingin, kami pun saling berpegangan tangan satu sama lain.

Ketika di pos pesanggrahan kami bertemu dengan pendaki yang sebelumnya kami temui ketika kami mendaki. Mereka menawari kami minuman panas dan kue (penawaran bukan sekedar basa basi, mereka memaksa kami mampir ke tempat mereka berteduh dibawah fly sheet). Disini lah pelajaran yang saya dapatkan, bagaimana kita bisa bertahan hidup dan mampu membantu orang lain untuk bertahan hidup. Hidup itu tidak hanya egois memikirkan keselamatan diri sendiri, tetapi juga sambil memikirkan keselamatan orang lain.

Setelah kami merasa perut sudah agak terisi, kami kembali melanjutkan perjalanan turun gunung. Tidak jauh dari tempat berhenti tadi, saya melihat ada seekor babi hutan yang cukup besar berlari menuju kebawah di rimbunnya pepohonan. Secara reflek saya memberitahu yang lainnya. Awalnya kami yang sudah kehabisan tenaga untuk menuruni jalanan setapak demi setapak, namun karena adanya babi hutan kami pun (dengan tenaga yang entah dari mana datangnya) langsung berlari kembali ke arah atas, menanjak dengan cepat tanpa basa basi. Saat itu kami semua panik, memikirkan bagaimana jika babi hutan tersebut datang menghampiri dan menyerang kami. Dengan segera kami mencari kayu sebagai pertahanan jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, kemudian kami melanjutkan perjalanan turun gunung.

Saat kejadian memang panik ga ada duanya. Tetapi saat ini, kalau membayangkan kejadian itu yang ada membuat saya tertawa. Karena saya dan rombongan yang sudah lemas lunglai langsung mendadak menjadi kuat, seketika itu juga mampu melewati tanjakan.. hehehee (emang bener ya.. kalau sudah terpaksa, yang tadinya ga bisa juga pasti bisa ^^ )

Akhirnya kami sampai di pos arban, tempat kami memasang tenda semalam. Tanpa buang-buang waktu kami pun langsung packing. Saya melirik jam, ternyata sudah jam 4 sore. Tidak terasa 3 jam dari atas turun hingga ke arban. Setelah 1 jam packing, jam 5 kami mulai melanjutkan perjalanan turun ke kaki gunung. Hujan saat itu sudah agak reda, namun tidak lama kemudian hujan kembali turun dengan derasnya. Jas hujan sudah kami kenakan sejak di pos arban, jadi sudah terlindungi dari hujan. Masing-masing dari kami awalnya 1 orang membawa 1 buah senter, namun kendala ada saja. Ada 2 orang yang batu baterainya sudah habis dan ada 1 orang lagi yang sudah meredup. Kebayang kan kalau sampai gelap-gelapan di malam hari dalam hutan? Kami pun mengatur pencahayaan, yang tidak membawa senter berjalan di belakang yang membawa senter dengan pencahayaan lebih terang. Untung saja power bank yang saya bawa ada lampu senternya, jadi cukup membantu.

Jalanan di malam itu beceknya benar-benar juaraaaaaaa.. seperti berjalan di dalam lumpur. Kaki mulai terasa lemas, bahu terasa semakin panas, tenaga sudah tinggal beberapa persen, persediaan air minum pun sudah menipis. Konsenterasi saya saat itu sudah mulai berkurang, sehingga beberapa kali saya hampir terpeleset. Beberapa kali rombongan kami dan rombongan yang di depan kami berhenti untuk istirahat sejenak. Semangat saya masih ada saat itu, saya semangat karena mau buru-buru ketemu kasur empuk,, hehehee.

Dan salah satu teman dari rombongan saya sepertinya sudah mulai ngedrop, dia terjatuh beberapa kali hingga jas ujan dan jaket serta tas carrier miliknya terkena tanah becek. Namun begitu ditanya, dia mengatakan tidak apa-apa. Jalanan becek plus licin terus kami lalui perlahan-lahan, hingga akhirnya kami mendengar suara knalpot motor, itu pertanda kami sudah hampir sampai di pos cigowong. Disana ada warung dan ada ojek motor trail.

Tidak lama kemudian kami sampai di pos cigowong, perjalanan dari pos arban menuju pos cigowong dalam keadaan hujan sekitar 2,5 jam. Dengan segera saya menuju kamar mandi untuk mencuci kaki yang penuh dengan tanah merah dan juga mengisi persediaan minum (airnya dari mata air langsung yang di alirkan lewat paralon, rasanya segar seperti air minum dalam kemasan merk ternama.. hohohoo). Selesai bermain air, saya pun langsung ke warung memesan makanan dan minuman panas. 1 jam tidak terasa kami habiskan untuk beristirahat. Dan teman kami yang sejak di perjalanan sering terjatuh akhirnya dengan malu-malu mengakui bahwa tubuhnya sudah mulai ngedrop. Kami pun memutuskan menyewa ojek untuk teman kami (2 orang). Biaya ojek untuk tarif siang sampai sore katanya 80 ribu, karena sudah malam maka dikenakan 100 ribu. Melihat ada kesempatan, saya dan teman saya yang perempuan satu lagi memutuskan untuk menitipkan tas kami pada kedua orang yang menaiki ojek motor trail ^^

Beban berat sudah dititipkan dan perut pun sudah terisi kembali, alhamdulillah kondisi saya sudah jauh lebih baik. Semangat 45 untuk turun gunung lagi. Kali ini perjalanan dari pos cigowong menuju tempat tujuan hanya rombongan kami saja yang sisa 4 orang, tidak ada 1 rombongan pun yang berada di sekitar kami. Jujur saja, sempat tersirat rasa takut. Malam-malam di tengah hutan berempatan itu rasanya sesuatu bgt. Headlamp saya pun sudah mulai meredup. Benar-benar butuh pintu doraemon deh.. hehehee

Akhirnya saya pun sampai di pos palutungan jam 23.30, yups.. jam setengah 12 malam. Ada keanehan yang saya rasakan, disaat yang lainnya merasakan kedinginan sedangkan saya merasa hangat saat itu. Saya pun tersadar, ternyata saya menggunakan 2 jaket berbahan polar dan 1 jaket double polar. Gimana ga hangat kan? hahhaaa..

Track pendakian ciremai sungguh track yang luar biasa bagi seorang pendaki pemula seperti saya. Maklum saja gunung yang ketinggiannya mencapai 3.078m itu merupakan gunung tertinggi se jawa barat.
PR banget untuk balik lagi kesana dan menyelesaikan hingga summit.
Semangat!!

Wassalamu'alaikum..